Namaku
kabut, aku tinggal di daerah terlintasnya garis katulistiwa (kalimantan) di
samarinda lebih tepatnya, untuk saat ini udara dan cuaca disini sedang tidak
stabil, setiap hari jalanan tertutup asap, hingga matahari pun tak mampu
menampakkan dirinya.
Aku
seorang mahasiswa salah satu universitas negeri di kota ini, tiap hari kami
harus beraksi untuk membagikan masker sana sini.
Saat ini
hari mulai terik, namun tak ada cahaya yang bisa memecah lapisan asap diatas
sana, sehingga cuaca terasa panas namun seolah terlihat mendung, sambil duduk
di trotoar ku lirik sebentar layar ponselku, jam digitalnya sudah menunjukkan
pukul 14.00 sekejap aku memejamkan mataku yang kemudian dilanjutkan air mata
menetes dari ujung kelopak matanya, bukan hanya menyerang pernafasan namun asap
ini juga terasa perih di mata.
Beberapa
menit berlalu, aku hanya duduk di trotoar yang bersebrangan dengan teman
temanku beraksi, aku memang tidak begitu tertarik dengan hal hal semacam ini,
namun yang membuatku tertarik adalah sesosok gadis yang sedang membagikan
masker ke setiap pengguna jalan di ujung lampu merah sana, gadis yang selalu
penuh semangat itu seolah olah menjadi magnet yang membuatku bergabung dalam
setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh kampus, sehingga tanpa sadar, akupun mulai
menikmati semua kegiatan kegiatan ini.
“hobi
amat ngelamun” sapanya sambil menepuk bahuku dengan agak berlari kecil kearahku
Aku
hanya mampu tersenyum seperti biasa yang aku lakukan padanya, kamu sudah
berteman sejak kita SD, kami juga selalu memiliki momen momen yang memang
terlihat dingin, dan sebenarnya dia adalah satu satunya teman yang aku punya.
Namanya
lolita, dia adalah teman satu universitas, satu kelas dan satu jurusan
denganku, bukan hanya saat ini, sejak SD pun juga begitu, memang terdengar
sedikit membosankan, namun kita sudah melewati ini seolah kebosanan itu tak
pernah ada.
Aku dua tahun
lebih tua dari lolita, namun keakraban yang terjalin sejak 14 tahun ini membuat
kami seolah teman seumuran.
“malam
ini ada acara gak?” tanya lolita dengan pandangan yang sama denganku, melihati
motor yang berlalu lalang di lampu merah
“kayanya
aku free” jawabku dengan nada sedikit acuh
“jalan
yok?” tanyanya singkat sambil tangannya merogoh ponsel dikantong celana jeans
yang sedang ia kenakan.
Aku
hanya melirik sekilas kearah lolita yang seperti biasa, selalu sibuk dengan
dunia maya, serta ponselnya.
“kemana?”
tanyaku singkat
“sembarang
aja, spesial deh ngedate kali ini kamu yang nentuin” sejenak dia mengangkat
wajahnya dari arah layar ponsel untuk melemparkan senyum kepadaku
Aku
hanya bisa tersenyum balik saat melihat wajah itu, wajah yang sudah tak asing
bagiku, wajah yang sudah terekam jelas di memori otakku, bahkan wajah itu dapat
terbayang nyata walaupun kupejamkan mataku.
Entah
kenapa rasa acuhku seolah sirna begitu saja, dalam hati aku merasa bahagia dan
tersenyum seolah aku sendiri tak faham dengan persahabatan kami yang sudah
berlangsung 14 tahun ini, sebentar kulirikkan mataku pada lolita yang sedang
sibuk dengan ponselnya lagi.
“nanti
jam 7 malam yah, makan jagung bakar aja kita”
“ditraktirkan?”
“bayar
sendiri” jawabku sambil tersenyum seolah serius tapi juga sedikit bercanda
“woy,
ayo cepat pulang” teriak peter dari sebrang lampu merah.
Sambil
sedikit bercanda kami mulai bangkit dari trotoar.
“ih,
tadi yang dipanggil sama peter aku kan?” teriak lolita dengan wajah sedikt malu
malunya
“mulai
deh, susah memang penggemar rahasia nih” jawabku dengan nada sidik mengejek,
namun tak kunjung mendapatkan respon dari lolita yang mulai tersenyum senyum
sendiri.
Aku
segera berlari sambil menepuk bahu lolita yang seolah secara lisan berkata “ayo
kejar aku kalau bisa”
Kami
segera berlari menuju motor yang sedang berbaris rapi diujung jalan itu.
- - -
“jangan
lupa yah nanti jam 7” teriak lolita sambil menutup pagar dirumahnya
Selain
sekolah kami sama selama 14 tahun, aku dan lolita juga bertetangga, rumah kami
hanya bersekatkan dua rumah saja, tapi walaupun rumah kami dekat, namun kami
jarang bisa bertemu atau bermain main saat dirumah, kami hanya bertemu biasanya
saat di kampus saja, karena kesibukan kami dengan pekerjaan masing masing
membuat kita menjadi tidak bisa saling bertemu di rumah.
Sudah
beberapa bulan ini kami sibuk mengajar, lolita mengajar les tetangga tetangga
di dekat rumah, sementara aku mengajar les di lembaga privat yang letaknya
sedikit lebih jauh dari rumahku.
Namun
hari sabtu malam ini kami sedang libur mengajar.
Sesampainya
dirumah, ponselku bergetar pertanda ada pesan masuk
“kabut,
tumben loh si peter bbm aku” tulisnya singkat
“mantan terus”
“ih,
orang dia yang mulai duluan kok”
“tapi
diladenin juga”
“kan
kita harus menghormati”
“balikan
sudah”
“enggak
ah, dia aneh tau sekarang”
“hmm”
jawabku mulai bingung harus balas apa
“tapi
aku tetep sukaaaaaaaa”
“aku
juga suka” balasku singkat
“ikut
ikutan kamu mah”
“biar
ikut ikutan kan aku serius, hehehe”
“yasudah
aku juga suka, heheheh”
Perbincangan
kami di pesan singkatpun terus berlanjut sampai waktu yang menyadarkan kami.
- - -
sudah 30 menit berlalu dari pukul 19.00, aku terduduk di motor sambil menunggu lolita keluar
“jam
19.30, agak telat yah?” tanyaku dengan nada sedikit menyindir
“hahaha,
namanya juga cewe, pake jilbab itu harus dihayati, ayo mang kita berangkat”
Dengan
sedikit tertawa kamipun mulai pergi meninggalkan halam rumah lolita
“jangan
malam malam yah pulangnya” terdengar teriakan ibu lolita yang sedang asik
nonton tivi didalam rumahnya
“iya bu,
tenang saja” teriakku sambil memelankan laju motor yang mulai menjauhi rumahnya
“sebelum
beli jagung kita beli es cream dulu yok di mall”
“tumben
kabut mau nraktirrrrrr” teriak lolita sambil menepun nepuk bahuku.
Aku
hanya bisa senyum senyum sendiri dengan tingkah lolita yang seperti anak kecil
itu, entah kenapa akupun merasa begitu bahagia malam ini.
Perjalanan
kami malam itu terasa begitu cepat berlalu, makan es cream, main main di
kawasan bermain yang ada di mall, bercanda, tertawa, pokonya aku merasa
bahagia.
“jadi
beli jagungnya kan?” tanya lolita singkat sambil berjalan keluar dari area mall
menuju parkiran
“ya
jadilah” aku segera mengedarkan pandanganku untuk mecari tempat kami
memarkirkan motor tadi
“ayo
cepat” tambahku, meneriaki lolita yang sedang sibuk dengan ponselnya, sehingga
jalannya menjadi sedikit pelan
“oke
bos” jawabnya lagi dengan agak berlari
Setelahnya
dia naik di motor, perlahan aku melaju kan motor menuju arah barat daya, suasana
jalanan kota samarinda terlihat begitu ramai, ada banyak muda mudi yang sedang
berlalu lalang dengan pasangannya masing masing, kami menyusuri jalanan yang
ramai itu dengan suasana yang sedikit hening, kami melewati salah satu mall
yang berada di sisi kiri kami, serta melewati beberapa lampu merah.
“lit”
panggilku singkat sambil berusaha menoleh kebelang beberapa derajat saja
“ape?
Kangen?” jawabnya yang kemudian diikuta tawa
“kukira
kamu ketinggalan, kok gak ada suaranya”
“eh kita
beli jagung dimana nih?”
“emmmm,
gimana kalo dekat jembatan sini aja, biar gak terlalu jauh” aku menjawab dengan
nada seperti sedang berfikir
“oke
oke, biar nanti pulangnya gak terlalu jauh juga” tambah lolita
Setelah
melewati lampu merah dan jembatan kecil di samping masjid, aku segera
mengarahkan motorku untuk mencari tempat parkir.
Parkiran
disini terlihat begitu padat, dan banyak juga berbagai pasangan dari yang muda
hingga yang sudah berkeluarga menikmati makanan di sepanjang tepian sungai
mahakam.
“eh eh,
kita duduk sini aja” kata lolita singkat sambil melepas masker dan helemnya
Ditengah
suasana kota samarinda yang sedikit berasap ini membuat kami semua selalu siap
sedia dan terbiasa untuk memakai masker kemana mana
“aku
pesan dulu yah?” teriakku pada lolita yang sudah duduk di meja agak jauh dari
penjual jagung
“kabut,
pesan 4 yah?” teriak lolita yang kemudian aku balas dengan anggukan sambil
tersenyum padanya
Seusai
memesankan jagung akupun bergegas ke meja tempat lolita duduk.
“hey”
teriak seseorang sambil sedikit mendorong badanku
“eh,
peter kamu kok bisa ada disini?” tanyaku dengan wajah yang sedikit bingung
“lolita
gak bilang kalo aku juga kebetulan lagi jalan, dan mau ikut gabung deh sama
kalian”
“hah”
aku mulai gak faham dengan situasinya dan sedikit bingung
“woyy
peter, kabut, cepet sini” teriak lolita memanggil kami berdua
Masih
dengan sedikit kebingungan akupun berjalan menghampiri lolita.
Sesampainya
di meja aku sedekit merasa kurang nyaman melihat kedekatan mereka.
“jadi
lagi nostalgia ni ceritanya” tanyaku pada mereka dengan nada yang sedikit
menyindir
“hahaha,
enggak juga” jawab peter dengan raut muka agak malu malu
“tapi
kalo dipikir pikir kita dulu jadian dan putusnya disini loh” tambah peter yang
seketika merubah raut wajah lolita menjadi agak memerah
Sepertinya
wajahku juga sedikit memerah, aku mulai merasa tidak nyaman dengan situasi ini,
ada sesuatu yang sulit untuk kujelaskan seperti apa rasanya.
“siapa
tau aja kita balikannya disini juga” timpal peter masih dengan nadanya yang
percaya diri, dimana sontak membuat lolita terlihat makin malu malu.
Akupun
hanya bisa tertawa, walau sebenernya aku sama sekali tidak merasa ingin
tertawa, aku bahkan mulai gak faham aku harus ngapain di tengah tengah situasi
kikuk seperti ini.
Sementara
lolita dan peter terlihat asik ngobrol.
Ditengah
kekikukan ini akupun merogoh ponselku hanya untuk mengecek media sosial yang
aku sendiri tau, gak akan ada chat masuk atau yang lainnya, karena satu satunya
temen chatku ya cuma lolita.
“eh, aku
ambil jagungnya dulu deh ya” aku benar benar mulai gak tau harus berbuat apa
Lolita
dan peterpun hanya mengangguk sambil melempar sedikit senyumnya pertanda dia
menyetujui tindakanku.
Aku
benar benar merasa gak nyaman dengan situasi ini, akupun menyadari dengan
adanya sedikit kecemburu, aku juga sadar bahwa seiring berjalannya waktu rasa
sayang untuk lolita itu muncul, dan tidak terpungkiri, sebenarnya alasan kami
selalu satu sekolah itu karena aku sengaja mengikuti lolita, ini memang terlalu
kekanak kanakan, tapi apaboleh buat, memang inilah yang sedang kualami, memang
inilah kenyataan yang terjadi.
Sambil
menunggu jagung akupun duduk dan menatap kosong kearah lolita dan peter yang
terlihat mulai serius dibandingkan tadi.
Dengan
perasaan yang gak karuan aku makin bingung harus berbuat apa, pertemanan selama
14 tahun ini seolah membuat kami berada di zona nyaman, akupun meras gak pantas
kalo harus cemburu/mengatakan sayang kepada lolita. Namun apa boleh buat,
memang inilah kenyataan yang kualami saat ini.
“ini
jagungnya de” mas mas penjual jagung itu menyodorkan jagung serta minuman
kepadaku.
“oke
mas, berapa? Saya naro ini dulu yah?” aku bergegas ke meja untuk meletakkan
jagung dan minumannya
Sambil
melemparkan senyuman pada lolita dan peter aku langsung kembali untuk
memberikan uangnya pada mas mas penjual jagung itu.
Suasana
malam itu berlalu diluar apa yang sudah saya bayangkan, sesekali aku hanya bisa
tertawa dengan sedikit dipaksakan, sampai akhirnya jam digital diponselku
menunjukkan pukul 22.55 WITA.
“lolita
ayo kita pulang” tegasku sambil melihati jam diponsel
“ayo
dah, udah malam ini” sesegeranya lolita membereskan barang bawaannya yang hanya
tas kecil dan helem serta maskernya
“kabut,
aku juga mau pulang ni, lolita aku aja yang ngantar, kan kita searah juga
pulangnya” sambil bangkit dari meja yang memang lesehan, peter menatapku seolah
memintaku mengiyakan semua keinginannya.
“terserah
lolitanya aja” sesaat aku merasa menyesal sudah berkata seperti itu, namun aku
bisa apa? Batinku dalam hati
“gakpapa
kan lit?” tanya peter seolah memaksa lolita yang kemudian lolita hanya tersenyum
dan mengangguk.
Akupun
bersikap sama, hanya bisa tersenyum sambil menyesali anggukan yang diberikan
lolita
“kalo
gitu aku duluan” sambil memasangkan helem dan masker aku bergegas menuju tempat
dimana motorku terparkir
Seolah
tak ada yang bisa kusalahkan lagi selain diriku sendiri, aku bisa apa? Aku
harus gimana? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku, pantaskah aku
jatuh cinta? Tanyaku kembali.
Entah
kenapa aku senyum senyum sendiri, merasa malu dengan kondisiku, merasa malu
dengan diriku yang bahkan untuk jatuh cinta saja serasa gak mampu.
Kabut,
kabut, apalah arti sebuah nama? Tanyaku dalam hati, pola fikirku mulai gak
karuan.
Aku
hanya sesosok tangguh yang terlihat oleh kejauhan mata, tapi seolah olah tak
punya keberanian untuk muncul di hadapan langsung manusia.
Aku
merasa diriku terlalu pengecut, dan terlalu sulit memahami diriku sendiri.
Yang
jelas aku merasakan sesuatu yang sulit untuk kugambarkan, yang sulit untuk ku
diskripsikan, dan yang jelas terlalu sulit untuk kulupakan.hmmm kulupakan.
Tanpa
kusadari aku sudah berada di dekat rumah, ditengah tengah perasaanku yang gak
karuan kuputuskan untuk merebahkan sejenak badanku di bangku yang tersusun dari
papan di depan rumah lolita, dimana tempat ini biasa digunakan tetangga
tetanggaku untuk bermain main gitar dan lain lain.
Tidak
begitu lama suara motor peter terdengar sayup sayup, tanpa perduli aku tetap
membaringkan badanku sambil memejamkan mata perlahan, berharap semua rasa, yah
rasa cemburu ini bisa hilang dengan secepatnya.
Berkali
kali kutarik nafas dan hembuskan, sampai akhirnya suara motor peter yang sempat
berhenti sejenak mulai terdengar menjauh lagi pertanda dia sudah mengantarkan
lolita kembali kerumahnya, aku masih terus berusaha memejamkan diri, berusaha
membuang kepenatan yang seperti menumpuk dalah dadaku.
“banyak
nyamuk disini”
Aku pun
terkagetkan oleh suara itu dan sesegera mungkin membuka mata dan bangkit dari
tidurku.
“kamu
juga kenapa kesini?” tanyaku balik
Lolita
hanya tersenyum senyum senatapku sambil melepaskan helemnya
“gak
usah dilepas disini, cepet masuk sudah, malam malam gini produksi asapnya malah
tinggi loh” dengan sedikit tertawa salting aku menyuruh lolite segera balik
kerumahnya
“kamu
dari tadi juga gak maskeran biasa aja, gak usah lebay deh” lolita menjawab
sambil membaringkan badannya.
“kabut
kan dari asap, jadi kita temenan” aku menjawab seadanya lalu mengikuti lolita
dan berbaring disampingnya
Suasana
malam yang sunyi seolah membuat kami saling terdiam sejenak, hanya hembusan
nafas kecil yang tertangkap oleh telingaku, tak ada suara jangkrik, ataupun
hewan hewan malam lainnya
Sesekali
aku hanya bisa menarik nafas besar, dengan tujuan agar kepenatan didadaku lekas
berkurang
“peter
ngajak aku balikan” dengan suaranya yang pelan lolita memecah kesinyian malam
itu
“selamat”
aku menjawab singkat
“tapi
aku belum jawab”
“itu kan
yang kamu tunggu tunggu selama ini”
“tapi
gak tau kenapa rasanya aku belum bisa bilang IYA”
“nanti
kalo gak cepet dibalas nyesel loh” aku sedikit tertawa dipaksakan, entah kenapa
seolah olah diriku terus mendorong perbincangan ini, padahal justru aku
sendirilah yang merasa sakit hati
“gak tau
deh, aku jadi bingung”
“gak
usah dibikin bingung, jalanin aja”
Udah
malam loh ini nanti kamu dicariin ibu, aku terdengar seperti mengalihkan
perbincangan dan segera bangkit, mengenakan masker dan meraih helemku.
Lolita
masih belum bergerak dari pembaringannya
Kuulurkan
tanganku pada lolita yang kemudian kubantu agar dia bangkit dari bangku yang
terbuat dari susunan papan tersebut.
Kuletakkan
kembali helemku yg ada ditangan dan segera meraih masker lolita untuk
kupasangkan di mulutnya
“jangan
dilepas dulu, biar dikira baru pulang” jelasku dengan suara yang sedikit kurang
jelas karena mulutku terbungkus masker juga
Ku tatap
lolita yang terlihat menatap dengan banyak beban didalamnya.
“kamu
kenapa?” tanyaku singkat, yang hanya dibalas dengan tatapan sebentar saja oleh
lolita
Entah
bagaimana semuanya terjadi, wajahku mulai berada begitu dekat dengan wajah
lolita.
Ya aku
mendekatkan wajahku yang terbungkus masker kewajah lolita
Lolita
sedikit menarik wajahnya kebelakang, walau sebenarnya bibir kami yang
terbungkus masker itu sempat bersentuhan
Fikiranku
tak karuan, aku juga merasa tak nyaman dengan situasi itu.
Lolita
tak berani menatapku, aku bahkan tak faham dengan apa yang sedang difikirkan
lolita saat ini
“aku
cemburu” ungkapku seolah lega namun disisi lain merasa lebih tidak nyaman lagi
Lolita
terlihat kaget dengan semua itu dan bergegas mengambil helem dan pergi pulang
kerumahnya.
Dia
membuka gerbang rumahnya tanpa mengalihkan sedikit pun pandangannya kepadaku
yang masih berdiri dan menatap kosong lolita
Suasana
perumahan ini benar benar sunyi, detak jantungku sepertinya sedang kurang
stabil.
Aku
tersenyum senyum sendiri, sambil memegang bibirku.
“Anganku
sudah terbang terlalu jauh malam ini” batinku dalam hati
“udah
malam mas, cepat tidur. Betah banget dimeja kerja” Sontak
akupun kaget dan tersadar dari lamunanku.
Kembali
kuarahkan pandanganku pada layar laptop yang berada tepat di hadapanku,
sesekali kubaca lagi kata demi kata yang tertulis didalamnya
“ceritanya
terlalu kekanak kanakan, narasinya terlalu cepat seolah sedang dikejar kejar
polisi, sehingga situasi kurang tergambarkan dengan baik, dan hasilnya feel
yang kurasakan kurang dapat dirasakan oleh pambaca, bertahun tahun fakum dari
dunia sastra banyak mempengaruhi gaya bahasaku” aku terus membatin dengan
maksud mengkritik diriku sendiri
“tapi
apa boleh buat, seburuk bururknya tulisanku, gak akan bisa bener kalo aku gak
terus berlatih kaya gini” batinku lagi menambahkan kritikan itu
“tolong
jagakan anak anak, aku mau nyiapin susu dulu, jadi nanti malam biar gak repot
lagi”
Aku yang
masih asik dengan nostalgiaku depan laptop seolah acuh dengan suara teriakan
teriakan itu
“mas.......,
mas kabut” teriaknya lagi memanggil manggil namaku
Sementara
aku masih tersenyum senyum sendiri belum seutuhnya kembali dari lamunan
“iya
sayang.....” jawabku singkat dan
segera mematikan leptopku lalu bergegas menuju kekamar untuk menengok buah hatiku,
lia dan ali. mereka adalah anak pertama sekaligus keduaku.
merekalah penyemangatku
sejak 3 bulan lalu, mereka adalah kebahagiaanku, sekaligus penyempurna keluarga
kecilku.
Aku
bergegas menghampiri ranjang bayi yang berada tak jauh dari kasur tempatku
biasa tidur, kukecup kedua kening anak anakku, menatap senyum mereka dalam
lelap seolah memberikan kebahagiaan tersendiri untukku.
Dengan
rasa bahagia yang kurasakan, segera kuhempaskan tubuhku di ranjang yang tak
begitu jauh dari bayi kembarku.
Hidupku
merasa sudah lengkap, bahkan untuk bekerja saja sekarang aku merasa begitu
semangat dan bahagia.
Aku
harus bekerja lebih keras untuk kedua anak dan istriku.
“sayang,
lama banget nyiapin susunya....... lolita sayang” teriakku diiringi dengan
senyum nakal hasil lamunanku sedari tadi.
Tak ada
kebahagiaan yang berbanding dengan hari hariku saat ini, setiap hari terasa
begitu berarti, bahkan satu persatu tingkah ali dan lia seolah momen momen yang
seolah mustahil dapat aku rasakan, melihat senyum mereka, tawa meraka atau
bahkan tangisan mereka, seolah dulu tak pernah aku membayangkan momen momen
seperti ini dalam hidup.
“jangan
bengong terus mas....” jawab lolita sembari menghampiriki dengan wajah dan
suara yang tergambar begitu bahagia.