Apa PLN patut di caci maki?

Maaf, mau klarifikasi aja. Kayanya titik permasalahan terbesar ada di kata "tinggal pake", jadi maksud saya. Selaku masyarakat kita kan hanya pengguna dari listrik ini. Jadi otomatis soal biaya ini bukan menjadi alasan.
Bayar listrik itu sudah masuk kategori kewajiban/kebutuhan pokok.
Jadi sudut pandang yang saya ambil diluar dari biaya listrik, karna kita sudah make, jadi gk perlu ngeluh buat bayarnya.

Makanya kita simpan aja dulu soal biaya, saya tau kok susahnya cari uang, saya tau juga kalo kita pengen pelayanan yang terbaik.

Cuman disini peran kita kan sebagai pengguna/pemakai listrik, jai kita kan tidak perlu mengatur dan mengolah SDA dulu.

Masa iya kita cuma mau tau bayar listrik, make sama menghujat petugas PLN?

Apa gak pernah kita mikirin kalo posisi kita sbgai petugas PLN?

Sebagai rakyat mbok yo kita lebih berfikir dngan selektif.

PLN itu cuma bisa melakukan yang terbaik, mereka berfikir keras buat mengantisipasi "krisis listrik" provinsi kita, lakok kitanya malah nyumpahin mereka.

Memangnya siapa lagi yang bisa bantu krisis ini kalo bukan kita?

Setidaknya kita fikirkan nasib provinsi kita aja dulu, jangan memandang negara.

Tanah yang kita injek udah tambah tua, air yang kita minum luar biasa tercemarnya, sementara pendatang baru semakin banyak ke samarinda, hutan di tebang buat dijadikan perumahan atau bahkan lahan mencari nafkah para trans.

Sebagai pendatang hasil transmigrasi kadang kita belum puas sama pohon yang kita tebang habis, maunya jalanan di cor mulus juga, belum lagi kalo permasalahan listriknya yang belum ada demo lagi minta cepat di pasang.

Kependudukan provinsi kita makin lebar, sementara daya listrik mintanya sampe kepelosok pelosok desa.

Alhasil dengan semua perkembangan itu kebutuhan listrik kita meningkat, sementara daya tampung listrik kita?

Bahkan sejauh ini krisis listrik kita mencapai 25MW dari jangkauan yang ada, apa difikir nambah pembangkit listrik semudah kita nyalain tivi sama ngecas HP?
Enggak, provinsi ini punya struktur pemerintahan, memang semuanya dari rakyat dan untuk rakyat.
Tapi, masa yang di urus cuma listrik? Semuanya butuh PROSES.

Jadi wajar kalo daerah kita sering mati lampu, oke?

Memang gak ada hak sih buat kita untuk mikir sejauh itu, tapi setidaknya kita bisa saling sharing tentang masa depan tempat tinggal kita.

Provinsi kita ini provinsi tertinggal, tapi negara kita gak pernah ngelirik kesini.

Karna provinsinya kalimantan ini di anggap sudah kaya dengan SDA yang melimpah, padahal SDM yang ada bobrok.
gak seperti yang negara fikirkan, batu bara di eksport sembarangan, sungai mahakan dijadikan TPA bagi masyarakatnya, hutan di tebang buat di jadikan perumahan oleh warga. Itu semua apa yo bener?

Aturan kita malu lo, kita yang mayoritas pendatang bisanya cuma menghabiskan kekayaan SDA yang ada.

Gimana coba perasaan suku etnic kita?
kalo provinsi dan tanah lahir mereka sudah gak layak huni?
Kalo kita yang pendatang sih bisa kembali ke daerah asal kita, tapi suku etnic yang ada?
Memang gk semua orang yang ada di samarinda cuma tinggal setahun dua tahun, bhkan ada yang puluhan taun, tapi kalo status kita memang pendatang? Apa boleh dikata?

_________________

Memang sekarang bukan jaman.a penerangan api lagi, tapi apa salahnya kita perduli?
Walau jamannya sudah gadget, tivi dan ketergantungan sama listrik tapi setidaknya kita harus toleransi.

Periksa rumah kalian, introfeksi diri kita, apa baiknya kalo cucukan hape, gadget serta laptop tidak di cabut dari stopkontak?

Udah siang lampu gak di matikan, bahkan siang malam kipas dan AC gak bisa berenti, belumlagi tivi yang malah nonton pemilik rumahnya, sekarang ini bukan lagi tivi yang di tonton pemilik rumah.

Kalo terus begini, gimana nasib tempat tinggal kita?
Apa lubang ozon jadi lebar?
Atau efek rumah kaca bisa berhenti?

Memang susah buat menyatukan pendapat orang, yang ada malah saling maki dan menjatuhkan.

Kecuali kalo kutub utara sudah habis karna kita gk bisa mengendalikan efek rumah kaca, ozon serta LISTRIK kita.
Mungkin kita baru nyesal dan sadar.

Bukan maksud saya mengGURUi, tapi gak ada yang salah kan kalo pelajar juga ingin menyuarakan pendapatnya?

Kita harus lebih legowo untuk menerima dan mendengarkan pendapat orang, jangan malah emosi dan kepanasan.

Kalo kata anak abege sekarang tuh "keep KALEM and stay WOLES"

Sangat disayangkan loh kalo kita itu dianggap berkepribadian buruk gara gara kata yang keluar dari mulut atau tulisan kita sendiri.

_______________

Mari sharing dengan tertib, kendalikan mulut dan hati kita dari kata kata dan tulisan gak enak dipandang mata.
Sayang kalo bulan ramadhan kita sia sia.

Mari diskusi sehat, lanjut aja ke link ini lagi kalau mau komen»»